“Demi
Masa. Sesungguhnya Manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan nasehat-menasehati supaya
mentaati kebenaran. Dan nasehat-menasehati dalam kesabaran.“ (QS. Al-Ashr 1-3)
20 November 2015, Kami diundang oleh
Universitas Brawijaya Malang dalam acara “Gubuk Brawijaya” yang saat itu sedang
mengadakan kegiatan dengan tema Pendidikan Indonesia: “Sudut Pandang Mata, Menangkap Realita, 1001 Cita Kembangkan Cita Tunas
Bangsa”. Perjalanan Kami ke kota
Malang kala itu membawa berbagai harapan diantaranya untuk bertukar pengalaman,
menambah pengetahuan, dan bersilaturahim dengan berbagai komunitas mengajar
se-Indonesia. Dengan bermodal niat dan semangat, kami selaku perwakilan Community Development UNJ ikut
berpartisipasi dengan penuh antusias. Kami yakin bahwa diluar sana masih banyak
rekan-rekan yang mempunyai satu visi terhadap pendidikan di Indonesia.
Perjalanan yang Kami tempuh
cukup panjang, yaitu dari Jakarta ke Surabaya. Kami berangkat dari Stasiun
Pasar Senen menuju Stasiun Surabaya Gubeng.
Setelah di Stasiun Surabaya, Kami pun harus menunggu kereta lokal ke
arah Blitar yang melewati rute Stasiun Malang. Setibanya disana, Kami dijemput
dengan beberapa perwakilan mahasiswa Brawijaya. Kami juga disambut dengan
hangat dan sangat bersahabat. Acara tersebut dimulai dengan perkenalan
komunitas mengajar yang saat itu hadir, diantaranya adalah UNBRAW, UNDIP, UNEJ,
UNM, UNNES, Indonesia Mengajar, Save
Street Child, Sokola Rimba, dan lainnya. Acara berikutnya dilanjutkan
dengan diskusi kecil tentang beberapa masalah pendidikan di Indonesia, dan Kami
dibagi menjadi beberapa kelompok. Permasalahan yang dimunculkan saat itu adalah
kasus Bullying, Troublemaker, dan
Lingkungan yang kurang mendukung pendidikan. Diskusi tersebut bertujuan untuk
menghasilkan saran-saran terbaik terhadap masalah yang sedang ada dari berbagai
perspektif individu.
Acara selanjutnya adalah
penyampaian materi tentang peran dan fungsi mahasiswa dari Kak Abdul Jabbar
Jawwadurrahman, selaku mahasiswa berprestasi dari UNBRAW. Disana kami mendapat
ilmu baru tentang esensi diri menjadi mahasiswa, bagaimana menjadi seseorang
yang bermanfaat ketika menjalankan
fungsinya sebagai mahasiswa yaitu Agent
of Change, Iron Stock dan Social Control. Kemudian, dilanjutkan dengan
materi dari Dosen UNBRAW yang bertemakan Revolusi Mental. Revolusi Mental
disini juga menyinggung beberapa teori belajar, dimana hakikat belajar dan
pembelajaran yang sesungguhnya adalah yang bersifat memanusiakan manusia.
Harusnya tidak ada paksaan dan tekanan dalam proses pembelajaran di sekolah
atau tempat pendidikan lainnya. Anak-anak mempunyai kecerdasan dan potensi yang
berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan teori Howard
Gardner yang membahas tentang
kecerdasan jamak.
Setalah itu, penyampaian materi dari Indonesia Mengajar dan Sokola
Rimba. Indonesia mengajar merupakan program yang diinisiasi oleh pak Anies
Baswedan dalam rangka meratakan pendidikan di pelosok Indonesia, menjangkau
semua yang tak terjangkau dan menjadikannya terdepan. Lalu, pembicara
berikutnya berasal dari pendiri sokola rimba. Kisah nyata perjuangan dan
pengabdian untuk anak suku pedalaman dalam rangka mengenyam pendidikan.
Pembicara tersebut pernah mengatakan bahwa “Kita harus hadir dengan rendah
hati. Jangan sampai kita merasa lebih tahu, lebih paham, dan lebih mengerti
dibandingkan dengan orang pedalaman.” Terkadang kita sebagai masyarakat luar
hanya menganggap sebelah mata dan memandang dari satu sisi. Padahal ketika kita
berada di posisi lebih dekat, kelak kita akan mengerti. Mengerti tentang suatu
hal dan sebuah alasan yang tak perlu
dijelaskan. Hal tersebut terjadi karena kondisi, budaya, kebiasaan, kehidupan,
dan kebutuhan kita pun berbeda-beda. Hmm… tidak terasa acara pun selesai dan
ditutup dengan agenda foto bersama seluruh komunitas mengajar yang berisikan
banyak pengajar muda.
Perjalanan singkat namun sangat
bermanfaat ini akan menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi kami. Satu hal
yang perlu selalu dipahami adalah niat dan ikhlas dalam sebuah pengabdian. Niat
dan ikhlas tidak dapat dipisahkan, salah satu esensinya adalah tentang sebuah
konsep tentang “memberi tanpa mengharap kembali.” Memberi dan terus memberi,
karena yakin bahwa Tuhan lah Sang Maha Pemberi balasan sejati. Berbagi senyuman
dan keceriaan pun sudah amat cukup, apalagi untuk seorang pengajar muda yang
sering berinteraksi dengan anak-anak. Dengan berbagai ilmu yang ada, kita dapat
memahami banyak hal baru. Ilmu juga tidak bisa kita dapatkan dengan
bermalas-malasan atau berdiam diri. Banyak kegiatan positif yang dapat kita
lakukan untuk meningkatkan kualitas diri, contohnya berjuang bersama dengan
orang-orang yang mempunyai satu visi. Bersama dengan orang-orang yang mempunyai
satu visi ibarat amunisi terbaik dalam sebuah pertempuran dan perjuangan hidup.
Bertebaranlah di Bumi-Nya, lalu setialah dengan segala hal baik yang kita
lakukan. Kelak buah hasil itu akan kita petik pada saatnya nanti. Tetaplah
mengabdi dan selalu rendah hati! J
(Dalam foto: Alvianita, Eka Kristanto, Siti
Mulhamah, Wahyudi)
#SalamPengajarMuda
#KontribusiNyataMembangunBangsa
#HidupPendidikanIndonesia
0 komentar:
Posting Komentar